Kulit manggis dikenal sebagai antioksidan super yang dapat mengobati berbagai penyakit dalam tubuh. Mengapa demikian? Tentulah karena kandungan xanthone yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis itu sendiri. Xanthone adalah salah satu jenis antioksidan yang memiliki nilai ORAC (oxygen radical absorbance capacity) tertinggi, jika dibandingkan dengan buah-buahan yang lain yaitu 17.000-20.000. ORAC adalah satuan yang digunakan sebagai indikator untuk menghitung kemampuan antioksidan dalam menetralkan gugus radikal bebas. Seperti yang dimuat dalam Journal of Natural Products, xanthone sendiri memiliki 200 jenis turunan dan 40 di antaranya ditemukan dalam kulit buah (pericarp) manggis dan sedikit di kulit biji (hull).
1. Xanthone berperan dalam pengobatan kanker
Xanthone memiliki dua senyawa turunan, alpha mangosteen dan garcinone E yang sangat potensial dalam menghambat pertumbuhan sel kanker dan tumor. Alpha mangosteen
bekerja dengan mekanisme apoptosis (bunuh diri sel) dengan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan merangsang sel pembunuh alami (natural killer cell)
dalam tubuh.
Sel inilah yang bertugas untuk membunuh sel kanker. Ada
beberapa penelitian yang mendukung hal tersebut, yang pertama riset
praklinis yang dilakukan oleh Moongkarndi et al, Departement of Microbiology, Mahidol University Thailand
terhadap 8 jenis tanaman herbal yang memiliki sifat antikanker terhadap
aktivitas adenokarsinoma di saluran payudara (kanker payudara) dengan
menggunakan MTT assay, menyimpulkan bahwa kandungan alpha mangosteen
pada manggis memiliki efek terkuat dalam menimbulkan efek apoptosis
atau kematian sel-sel kanker. Yang kedua, penelitian yang dilakukan oleh
tim dari Tumor Pathology Division, University Ryukyus, Okinawa Jepang juga menjelaskan hal serupa saat melakukan percobaan dengan mencit untuk melihat kemampuan alpha mangostin dalam menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolon selama 5 minggu perlakuan. Riset itu menyimpulkan alpha mangosteen potensial digunakan sebagai kemopreventif. Ketiga, penelitan yang dilakukan oleh Matsumoto et al, Gifu International Institute of Biotechnology, Jepang menyebutkan bahwa alpha mangostin yang terdapat pada xanthone memiliki kemampuan yang sangat baik untuk membunuh sel kanker leukemia HL60 dengan mekanisme apoptosis.
Tidak hanya itu, Planta Medical mempublikasikan riset klinis yang dilakukan oleh Chi Kuan Ho et al, dari Veteran General Hospital Taipeh, Taiwan yang membandingkan 2 kelompok sampel penelitian yang diberi ekstrak xanthone
serta kemoterapi dan obat. Karena dirasa pengobatan dengan kemoterapi
belum bisa memberikan hasil yang maksimal, maka alternatif pengobatan
baru sangat diperlukan. Hasil uji coba membuktikan garcinone E, salah satu senyawa turunan xanthone, memberikan efek sitoksik yang kuat terhadap sel HCCS Hepatocellular carcinomas atau kanker hati. Efek yang sama juga ditemui pada kanker lambung dan paru. Sehingga garcinone E
kini dapat dianjurkan sebagai alternatif pengobatan baru untuk beberapa
tipe kanker yang berhubungan dengan pencernaan dan paru-paru.
2. Xanthone dapat digunakan sebagai anti bakteri
Sebagai anti bakteri, xanthone bekerja dengan cara meningkatkan sistem imun atau kekebalan tubuh, seiring dengan itu xanthone juga memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri itu sendiri. Aktivitas antibakterial pada xanthone
tentunya sangat bermanfaat dalam dunia kedokteran sebagai alternatif
pengobatan baru pada kasus penyakit yang rentan dan resisten. Seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Suksamrarn et al, Departement of Chemistry Srinakharinwirot University,Thailand menyimpulkan bahwa xanthone yang diekstrak dari kulit biji (hull) dan biji manggis (seed) berperan sebagai anti tuberculosis. Alpha mangosteen, beta mangosteen serta garcinone B memberikan efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB).
Selain itu, Journal Medical Association of Thailand mengungkapkan bahwa kandungan polisakarida dalam kulit buah manggis (pericarp) mampu membunuh bakteri Salmonella enteritidis yang sering menyebabkan penyakit melalui konsumsi makanan (foodborne disease). Salmonella
yang telah diinokulasikan dan berkembang biak dalam medium agar-agar
(PDA) ditetesi dengan ekstrak kulit manggis. Hasilnya, ekstrak kulit
manggis tersebut dapat merangsang produksi sel fagositik yang dapat
membunuh bakteri intraseluler.
Aktivitas antibakterial xanthone juga sangat efisien dalam pengobatan MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus) dan MSSA (Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iinuma M et al dari Gifu Pharmaceutical University, Jepang membuktikan bahwa xanthone memiliki efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aures.
MRSA yang konon dicap sebagai penyakit yang lebih mematikan daripada
AIDS merupakan salah satu tipe bakteri yang ditemukan pada kulit dan
hidung yang kebal terhadap antibiotik. Bakteri ini biasanya menginfeksi
orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Bakteri ini dapat
menyebar dan menginfeksi orang lain melalui kontak kulit dan kontaminasi
dengan barang yang telah terinfeksi. Penyakit yang ditimbulkan terlihat
seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, ruam atau gigitan laba-laba.
Infeksi ini biasanya menimbulkan rasa nyeri, sakit, merah dan bengkak.
Bakteri ini dapat dengan cepat menembus tubuh dan berpotensi menginfeksi
tulang, sendi, luka bedah, aliran darah, jantung dan paru-paru yang
dapat mengancam jiwa. Walaupun penyakit ini tidak pernah ditemui di
Indonesia, aktivitas antibakterial pada xanthone terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
3. Xanthone berperan sebagai anti alergi dan anti inflamasi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas sistem kekebalan tubuh
terhadap alergen yang berupa makanan, lingkungan atau bahan tertentu
yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya (atopik) padahal
sebenarnya tidak bagi orang lain. Sedangkan radang atau inflamasi adalah
respon sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan iritasi. Ketika
tubuh kita mengalami reaksi alergi dan inflamasi, tubuh akan memproduksi
dan mengeluarkan antibodi (dengan bahan kimia seperti : histamin,
bradikilin, serotinin, leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator untuk melindungi jaringan
sekitar dari penyebaran alergi dan inflamasi.
Pelepasan histamin erat kaitannya dengan gejala alergi. Pelepasan
histamin dari sel mast yang distimulasi oleh antibodi IgE dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda apabila berinteraksi dengan reseptornya.
Hingga kini dikenal 4 reseptor histamin, yaitu H1 (pada otot polos,
endotelium dan sistem syaraf pusat), ini merupakan reseptor yang paling
bertanggungjawab terhadap gejala alergi, H2 (pada sel pariteal), H3 (
pada sistem syaraf pusat) dan H4 (pada sel basofil, saluran cerna dan
sumsum tulang). Efek farmakologis yang dihasilkan dari interaksi ini
dikenal dengan gejala alergi, yang umumnya dapat berupa gatal-gatal yang
bersifat ringan hingga berat, demam, muntah, diare hingga shock.
Untuk mengurangi efek atas tubuh dari histamin yang berlebihan ini,
kita memerlukan obat yang dapat berfungsi sebagai antihistamin sehingga
gejala alergi pun dapan diredam. Salah satunya, yang dapat kita gunakan
adalah ekstrak kulit manggis, xanthone. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nakatani et al, Departement of Pharmaceutical Molecular Biology, Tokohu University, Jepang
menyebutkan bahwa ekstrak kulit manggis terbukti dapat menghambat
pelepasan histamin dan sintesis prostaglandin E2. Hal serupa juga
dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Furukawa et al yang dipublikasikan dalam European Journal Pharmacology, dimana alpha dan gamma mangosteen sebagai derivat xanthone berperan besar sebagai agen penghambat pengeluaran histamin dan serotinin.
Selain dapat digunakan sebagai antihistamin, xanthone juga
dikenal sebagai anti inflamasi. Pada kondisi sakit karena infeksi atau
cedera sehingga menimbulkan radang, dilepaskanlah prostaglandin E2
sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Pada penelitian Nakatani et al selanjutnya, dengan percobaan yang menggunakan mencit menyimpulkan kandungan xanthone
pada manggis dapat menghambat aktivitas prostaglandin E2 (PGE2).
Aktivitas itu penting dihambat karena prostaglandin bersama berbagai
sitokin dapat menginduksi enzim cyclooxygenase (COX2) yang memicu timbulnya rasa nyeri. Nakatani menyebutkan bahwa gamma mangosteen pada xanthone memegang peranan penting dalam menghambat aktivitas pelepasan prostaglandin E2 ini.
4. Xanthone dapat digunakan sebagai anti virus
Tentunya keberadaan ekstrak kulit manggis xanthone ini dapat
menjadi angin segar bagi para penderita HIV/AIDS. Penyakit yang dikenal
dengan “fenomena gunung es” ini tidak hanya memiliki prevalensi yang
tinggi baik di Indonesia maupun seluruh dunia tetapi juga sangat
mematikan. Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh
menjadi sangat lemah dan rentan terinfeksi penyakit yang lain. Dari
hasil temuan yang dilakukan oleh Vlietinck et al, tim peneliti dari Departement of Pharmaceutical Science, University of Antwerp, Belgia menyebutkan bahwa senyawa turunan xanthone, alpha mangosteen dan gamma mangosteen mampu menghambat siklus replikasi virus HIV. Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen et al yang dimuat dalam Planta Medical
menyimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis menunjukkan kemampuan yang
tinggi dalam menghambat aktivitas HIV-1 protease yang mempengaruhi
replikasi HIV.
5. Xanthone dapat menurunkan kolesterol dan kadar gula dalam darah.
Kolesterol merupakan suatu jenis lemak dalam tubuh yang dikategorikan menjadi 4, yaitu LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein),
total kolesterol dan trigliserida. Di dalam darah, kolesterol diangkut
oleh LDL dan diedarkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut
kembali oleh HDL untuk dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan
lalu dibuang dalam kantung empedu sebagai cairan empedu. Karena tugasnya
yang sedemikian rupa, LDL kerap dianggap sebagai lemak yang jahat
karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh
darah. Sebaliknya, HDL disebut lemak yang baik karena fungsinya sebagai
pembersih kelebihan kolesterol di dinding pembuluh darah dan
mengangkutnya kembali ke hati. Apabila kadar LDL dalam darah terus
meningkat, lama-kelamaan akan mengakibatkan semakin banyaknya penempelan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah yang mengarah pada penyempitan
pembuluh kapiler dan meningkatkan beban kerja jantung. Hal ini dikenal
dengan arterosklerosis yang memicu timbulnya penyakit jantung koroner.
LDL yang tinggi biasanya diikuti dengan rendahnya kadar HDL dan
tingginya trigliserida.
Penyakit yang dikenal dengan pembunuh nomor satu ini memiliki
prevalensi yang tinggi di hampir seluruh negara tak terkecuali
Indonesia. Alternatif pengobatan modern lebih banyak menganjurkan
mengkonsumsi antioksidan yang dapat memecah tumpukan kolesterol,
menetralkan radikal bebas, mengurangi kadar LDL serta memperbaiki
sel-sel yang rusak akibat penyempitan pembuluh darah sehingga
penyumbatan dapat diatasi. Xanthone dari ekstrak kulit manggis
memiliki kandungan antioksidan super menjadi salah satu suplemen herbal
yang dapat konsumsi secara aman. Hal ini dijelaskan oleh Williams dari Western University, Australia bahwa mangostin, salah satu derivatif yang terkandung dalam xanthone
berperan sebagai penangkat radikal bebas. Mangostin akan meningkatkan
enzim lipoprotein lifase untuk menghidrolisis LDL menjadi asam lemak dan
gliserol. Implikasinya kadar LDL menurun dan HDL meningkat.
Selain itu, ekstrak kulit manggis xanthone juga dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah. Diabetes Mellitus (DM), penyakit
yang diakibatkan karena peningkatan kadar glukosa darah ini juga
termasuk salah satu penyakit yang mendapat perhatian penting karena DM
dapat menjadi faktor risiko yang potensial untuk penyakit-penyakit
degeneratif yang lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miura et al, Suzuka University of Medical Sciene di Jepang melalui percobaan dengan menggunakan mencit menyimpulkan bahwa mangiferin, salah satu derivat xanthone
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan lemak. Mekanisme dari efek
hipoglikemik yang potensial ini disebabkan karena meningkatnya
sensitivitas insulin.
Sumber: http://majalahkesehatan.com
No comments:
Post a Comment